Iklan

Trending Today

Biar Rindu Dalam Sepertiga Malamku


Ilustrasi

Zahra mencetuskan, "Byan, di mana ponsel kakak? Kalau pinjem, tolong beritahu dulu, jangan asal ambil saja." Dia kemudian bergerak menuju kamar Byan. Dia melihat Byan sedang sibuk mengerjakan tugas.

"Tolong jangan menuduh kakakku yang cantik, Zahra. Saya tidak meminjamnya sejak pagi tadi," jawab Byan panik, mencari-cari ponsel di sekitar kamar tanpa berhasil menemukannya. Kemudian, Zahra menepuk jidatnya, mengingat saat dia membayar makanan di warung, dia meletakkan ponselnya di meja tunggu. Dia melihat jam di dinding, menunjukkan pukul delapan malam. Tanpa berkata apa-apa, Zahra mengambil kunci motor dan bergegas pergi ke rumah makan Suka Suka.

Tidak butuh waktu lama untuk tiba di sana. Dia melihat warung masih buka. Zahra segera masuk.

"Permisi Mas," sapa Zahra. Seorang pria keluar dari ruangan belakang, penampilannya rapi dan agak berbeda dari pelayan biasa.

"Maaf, Mas. Tadi apakah ada ponsel yang tertinggal di meja sana?" tanya Zahra sambil menunjuk meja dengan jarinya. Mata pria itu spontan mengikuti arah yang ditunjuk Zahra.

"Oh, apakah itu ponsel Samsung, Mbak?" jawabnya.

"Iya, benar, Mas. Itu ponsel saya," jawab Zahra spontan.

"Silakan duduk dulu, Mbak. Tadi memang ada ponsel yang tertinggal, disimpan oleh salah satu pelayan kami. Namun, saya tidak tahu di mana dia menyimpannya," jelas pria itu.

"Lalu bagaimana ini, Mas? Isi ponsel itu sangat penting bagi saya, terutama banyak nomor yang tersimpan di dalamnya," kata Zahra panik.

"Silakan tenang dulu, Mbak. Saya akan mencoba mencarinya," kata pria itu dengan sopan.

Zahra merasa gelisah, terutama karena ponsel tersebut berisi nomor-nomor penting termasuk narasumber yang akan dihubunginya untuk acara di kampus. Zahra bertanggung jawab untuk menghubungi narasumber tersebut.

Setelah beberapa menit, laki-laki itu kembali ke tempat Zahra.

"Mbak, maaf, saya sudah mencoba mencari tapi tidak berhasil menemukannya. Besok saja saya antar ponsel itu ke rumah Mbak," ucapnya. Zahra tidak bisa menyembunyikan emosinya.

"Bagaimana ini, Mas? Jika ponsel benar-benar hilang, apakah Mas akan menggantinya?" tanya Zahra dengan nada tegas. Laki-laki itu tersenyum. Ini pertama kalinya dia menghadapi pelanggan wanita yang tegas, pikirnya.

"Ini kartu nama saya, Mbak. Besok, jika ponsel Mbak tidak kembali, hubungi nomor saya," kata laki-laki itu sambil menyerahkan kartu namanya. Tanpa membaca, Zahra menerima kartu itu dan meninggalkan rumah makan Suka Suka. Sampai di rumah, Zahra masih kesal. Emosinya mencuat.

"Kamu cantik-cantik kok malah pikun," goda Byan saat Zahra tiba di rumah. Zahra langsung menjewer telinga adiknya. Suara ribut itu terdengar di rumah Pak Imam, dan akan mereda jika salah satu dari mereka memilih untuk mengalah.

Zahra meremukkan tubuhnya di kasur dengan sprei motif harimau. Dia berusaha menghilangkan kegalauan dalam hatinya, menyambut malam yang semakin larut.

Pagi berikutnya, Zahra bangun agak terlambat. Dia mandi dengan cepat, mengenakan gamis hitam dengan jilbab coklat susu yang serasi. Zahra terlihat cantik dan anggun.

Dia bergegas menuju tempat seminar. Ketika tiba di lokasi, banyak peserta yang sudah hadir. Gedung yang dapat menampung 180 peserta itu sudah ramai dengan pemuda dan pemudi yang tidak ingin melewatkan kesempatan ini, bertemu langsung dengan pemuda yang sukses.

"Zahra, kemana saja? Aku sudah mencoba menghubungi tapi tidak bisa. Bagaimana dengan narasumbernya?" tanya Araini, teman Zahra, dengan tanda keheranan.

"Maaf, ponselku hilang. Aku belum sempat menghubungi narasumbernya," jawab Zahra, merasa bersalah, sementara Araini terlihat cemas, terutama mengingat acara akan dimulai dalam 5 menit dan narasumbernya belum datang.

Tiba-tiba, MC telah berdiri di depan untuk membuka acara. Araini dan Zahra duduk di tempat yang disediakan. Saat narasumber diperkenalkan, mata Zahra menatap dengan tajam laki-laki yang berdiri di depan. Dia terlihat sedikit terkejut.

Bukankah itu laki-laki yang dia lihat di rumah makan Suka Suka? Laki-laki yang diomeli karena tidak bisa menemukan ponselnya?

Zahra teringat akan kartu nama yang disimpannya di dompet. Dengan cepat, dia membuka dompet dan mengambil kartu nama tersebut. Setelah membandingkan nama di kartu dengan nama yang tertera di banner panggung, Zahra terkejut. Dia tidak bisa membayangkan betapa malu jika harus berhadapan dengan laki-laki itu. Pemilik nama Pratama itu kini menjadi idola di kampusnya. Dan lagi, suara merdunya saat membacakan ayat-ayat Allah sungguh mampu menembus hati pendengar.

0 Comments

Dapatkan Update Pilihan dan Terbaru Setiap hari dari Ratna Susanti. Temukan kami di Google News, caranya klik DI SINI

© Copyright 2024 - Dwi Ratna Susanti All Right Reserved