Iklan

Trending Today

Cinta Tulus Yang Disia Siakan Part.2

Ilustrasi

Kisah pilu antara gue sama Erlangga, udah nggak penasaran lagi kan, Tama?" ucap gue sambil nangis. Tama cuma bingung aja. Udah sore, di tempat itu gue sama Tama menikmati senja di taman kota. Erlangga dulu suka ngajak gue ke sini sore-sore, tapi sayangnya gue jarang dateng. Terus adzan berkumandang dari mana-mana, sementara gue masih nangis. "Rania, kita sholat dulu deh, biar hati lu agak tenang. Abis itu gue anter lu pulang," ucap Tama sambil bangun. Gue terharu, Tama bener juga, mungkin gue sering gelisah karena jarang ibadah. Tama tepati janjinya. Setelah sholat, dia langsung anter gue pulang. Bener-bener baik sama Erlangga.

Hari ini gue duduk sendiri di taman, baca novel favorit. Taman kota jadi tempat favorit gue sekarang, apalagi sore-sore. "Apa kabar mantan?" suara itu tiba-tiba nyapa gue. Suara cowok yang nggak pengen gue dengerin lagi seumur hidup. Itu Devan. "Rania, lagi apa di sini? Kenapa nggak ajak sih?" suara lain nyapa gue dari belakang. Oh Tuhan, terima kasih udah kirimin Tama pas yang tepat. Tanpa mikir panjang, gue mendekatin Tama, berdiri di belakang dia, jauh dari Devan. Devan ketawa keras, entah kenapa lucu. "Bagus, Rania, dulu lu sembunyi di belakang gue buat hindarin Erlangga, lihat sekarang! Lu sembunyi di belakang Erlangga buat hindarin gue," ucap Devan, gue nggak ngerti.

Devan mendeketin kita, trus bisikin sesuatu ke Tama, "Erlangga Saputra, urusan kita belom selesai," bisiknya, tapi gue denger walau samar-samar. Gue nge-tatap Tama bingung, "Apa yang Devan omongin? Apa artinya semua ini?" ucap gue penasaran. Tama nggak jawab, malah jalan menjauh dari gue. "Tama! Setidaknya jawab pertanyaan gue!" pekik gue kesel. Tama balik, "Maaf, Rania, gue nggak jujur dari awal, sebenernya Erlangga Pratama dan Erlangga Saputra orang yang sama, dan orang itu aku," jawab Tama. "Nggak mungkin, Erlangga gue udah tiada dan wajahnya nggak mirip sama kamu," ujar gue nggak percaya. "Kalo lu mau, gue bisa buktiin," balas Tama.

Dia tarik tangannya, bawa gue ke mobilnya. Nggak tau dia bakal bawa gue ke mana. Selama di perjalanan, kita dua-duanya terdiam, sibuk sama pikiran masing-masing. Sampe mobil Tama berhenti di depan rumah mewah cat putih. Tama suruh gue keluar mobil, trus masuk ke rumah itu. Tante Mira, om Harun, adik-adik Erlangga, Arka, bahkan Gita dan orang-orang yang nggak gue kenal liatin kita penasaran pas kita masuk ke rumah itu. Gue pengen lari, tapi Tama genggam tangan gue erat, kayaknya dia tau gue bakal kabur. Gimana Tama kenal semua keluarga Erlangga, atau emang dia bener-bener Erlangga? "Sekarang, percaya nggak kalo gue emang Erlangga?" ucap Tama, ngeluarin gue dari lamunan, sambil bawa gue ke ruangan yang agak sepi.

"Bukannya Erlangga udah tiada dan wajah kamu nggak mirip sama dia?" ucap gue. "Erlangga sebenernya masih hidup, Rania. Gue bakal ceritain semuanya ke lu," jawab Tama, trus mulai cerita. "Hatiku hancur pas denger cerita lu. Gue nggak percaya cewek yang gue cintai malah cinta sama musuh gue. Pas gue sampe rumah, gue ngomong ke ibu tentang kepengen lu. Ibu gue minta gue kuat dan terima takdir," ucap Tama mulai cerita.

"Sore itu juga, gue sama orangtua gue dateng ke rumah lu buat batalkan perjodohan ini. Sebenernya gue nggak rela, tapi ya udah, ini kepengen lu," lanjutnya. "Kaya biasanya kalo sedih, gue harus pergi ke suatu tempat buat tenangin diri. Di perjalanan, gue nggak bisa fokus nyetir, trus kehilangan kendali sampe mobil gue nabrak sesuatu. Gue sendiri nggak tau itu apa, tiba-tiba semuanya gelap dan bau darah kerasa banget," lanjut Tama. "Terus apa yang terjadi setelah itu?" tanya gue penasaran.

"Setelah kecelakaan itu, gue koma, sampe akhirnya sadar. Pas gue sadar, gue liat wajah gue dipenuhi perban"

TAMAT

0 Comments

Dapatkan Update Pilihan dan Terbaru Setiap hari dari Ratna Susanti. Temukan kami di Google News, caranya klik DI SINI

© Copyright 2024 - Dwi Ratna Susanti All Right Reserved