Iklan

Trending Today

Cinta di Bawah Hujan

Ilustrasi

Hai! Ghifari tiba-tiba menyapaku, sambil baik hati menawarkan payungnya. Aku mengenali pesonanya, yang selalu jadi perbincangan di sekolah. Aku kerap memotretnya sebagai koleksi pribadi. Saat hujan deras, ragu menyelinap, harusku terima tawarannya. Tapi pikiranku melayang, bagaimana dengan pulangnya Ghifari?"

“Pakailah, tak masalah. Aku bisa menunggu hujan ini berhenti,” ucapnya, seolah telah menebak pikiranku. Namun, aku menolak dengan alasan dia mungkin punya urusan yang lebih mendesak.

"Mengapa? Tidak percaya aku bisa menunggu hujan?" tanyanya.

"Maaf, bukan itu maksudku. Aku sebentar lagi dijemput orangtuaku," jawabku, berusaha menghindari spekulasi di antara siswi lain. Untungnya, semua orang sudah pulang, tinggal aku, Ghifari, dan Satpam Sekolah yang pergi ke toilet.

Akhirnya, aku duduk berpura-pura tenang, harapannya akan dijemput atau hujan mereda. Tapi tidak ada yang terjadi. Ghifari malah duduk di sebelahku, tidak meninggalkanku.

Situasinya makin kompleks.

Sepuluh menit. Dua puluh menit. Tiga puluh menit. Dia tetap duduk di tempatnya. Akhirnya, aku memilih menjelajahi sekolah, memotret setiap sudut menarik dengan hujan sebagai latar. Mungkin bisa jadi tugas klub fotografi.

“Kamu ikut klub fotografi atau hanya hobi? Kenapa selalu bawa kamera?” tanya Ghifari, membuatku terkejut. Ternyata, dia mengikutiku dari belakang sejak tadi. Apa maksudnya? Mengapa dia tertarik padaku?

“Oh, aku anggota klub fotografi. Selalu bawa kamera ini untuk capture momen-momen penting dan sebagai persiapan tugas klub,” jawabku, agak gugup. Keringat dingin mulai muncul. Khawatir jika aku kurang pandai memotret. Apa yang sebaiknya kukatakan padanya? Harmoni Tak Terbatas

“Foto aku di sana, ya,” pinta Ghifari, menunjuk ke dinding yang dihiasi karya seni klub seni rupa, termasuk satu karya buatannya. “Sekali-kali ingin berfoto dengan karyaku sendiri dan jarang foto sendiri selain waktu kecil. Hahaha.”

Aku mengikuti permintaannya. Ternyata, dia belum tahu bahwa aku selalu memotretnya. Beberapa foto diambil dengan pose lucu, membuat kami tertawa. Tanpa alasan yang jelas, aku mulai menikmati waktu yang kami habiskan bersama.

“Lihat fotonya!” ujarnya sambil memegang kamera. Aku memberikannya, dan dia melihat foto-foto yang sudah aku ambil. Terkadang tersenyum, terkadang tidak. Tapi tiba-tiba, dia berhenti pada satu foto dan berkata, “Kirimkan foto ini padaku nanti ya!”

Aku melihat foto itu. Tapi tunggu, aku terkejut. Bukan foto yang baru saja kudapatkan! Ini adalah foto diam-diam yang kuperoleh, di mana Ghifari bermain basket.

Mungkin dia tersinggung melihatnya. Aku berlari menjauh, mencoba menghindarinya, tetapi sia-sia. Sejauh apapun aku berlari, dia mengejarku. Akhirnya, menyerah karena jalan yang kutemui buntu. “Maaf, maaf, maaf. Aku tak sengaja memotretmu bermain basket,” mohonku, membungkuk di depannya.

“Tidak apa-apa. Aku tak marah kok,” Dia hentikan sejenak, lalu tersenyum mencurigakan, merencanakan sesuatu. “Hmm, aku maafkan jika kamu mengirim semua fotomu padaku.”

Aku memikirkannya berulang kali. Dia mungkin akan menganggapku sebagai penguntit. “Be-baiklah,” jawabku.

Aku meraba-raba rambutku, berusaha meredakan ketegangan. Pipiku memerah. Hatiku berdebar kencang. Entah mengapa, harapanku agar hari ini tidak berakhir terlalu cepat. Sial, pikirku dalam hati.

“Oke, maafkan aku juga ya. Sepertinya aku membuatmu salah paham. Hehehe,” ucapnya sambil tersenyum padaku. “Ngomong-ngomong, ada foto-foto selain yang ada di kamera?”

“Ada, di komputerku.”

“Hei! Kalian berdua masih di sini saja! Cepat pulang! Seharusnya pintu gerbang sudah ditutup. Tapi sayangnya, aku sakit perut. Cepat!” seru satpam sekolah, yang muncul tiba-tiba dari toilet.

“Aduh, bagaimana ini? Payungku tertinggal,” kataku khawatir.

“Sudahlah, pakai payungku. Kita bisa berbagi. Nanti kita ke rumahmu, sambil lihat-lihat foto-foto,” ucapnya, memberi harapan di tengah hujan.

Aku melihat sekeliling sekolah. Sepertinya, hanya satpam yang ada. “Baiklah,” jawabku. Siapa yang tak ingin berbagi payung dengan pria yang di  kaguminya?

Sejak saat itu, kami kerap bertemu setelah sekolah, meskipun aku mencoba menghindar. Seakan ada daya tarik, kami selalu terpaut untuk kembali bertemu. Aku berharap hubungan ini akan terus berkembang tanpa hambatan.

0 Comments

Dapatkan Update Pilihan dan Terbaru Setiap hari dari Ratna Susanti. Temukan kami di Google News, caranya klik DI SINI

© Copyright 2024 - Dwi Ratna Susanti All Right Reserved